Kamis, 28 Juni 2012

Manfaat Mati


MANFAAT MATI
Assalamualaikum sahabat blogger,,
Kali ini admin akan share sesuatu yang mungkin bermanfaat buat kita semua khususnya bagi admin sendiri tentunya. Oke tanpa singgah dimana mana langsung saja kita lewati mukaddimah dan kita masuki ke inti permasalahannya. Judul kita adalah manfaat mati, kedengarannya aneh sih, masak mati bermanfaat yaa,, padahal kita tau mati itu suatu kejadian yang mengakhiri semua keinginan dan harapan yang kita impi – impikan dan idam – idamkan tapi sekarang kok jadi bermanfaat yaa,, mau tau jawabannya,, mari kita cari tau bersama – sama.Kata – kata mati,meninggal,wafat atau tewas adalah kata – kata yang sangat familiar ditelinga semua ummat manusia, tiada seorang pun manusia didunia ini yang tidak pernah mendengar apa lagi tidak mengenal kata – kata mati. Namun perlu rassanya kita untuk mendalami pengertian dari mati secara lebih mendalam, oleh karena itu simaklah uraian berikut ini :
A.     Definisi Mati
Berdasarkan kamajuan zaman yang sangat pesat ini, timbulah beberapa definisi mati berikut ini yaitu :
1)      Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.

2)      Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari. Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti.

3)      Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.

4)      Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.

5)       Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan kerusakan otak berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf otak dan upaya nafas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-tidur.

Nah, ternyata mati itu banyak juga definisinya kan, oke kita lanjut sekarang timbul pertanyaan di hati kita Kapan seseorang itu dinyatakan mati,,? Untuk jawabannya ikuti ulasan berikut ini :
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian. Sesudah tahun 1960 an, dengan penggunaan ventilasi buatan dan cara-cara bantuan lain pada kasus-kasus kerusakan otak akibat trauma atau sebab lain, bila kemudian kerusakan ini terbukti ireversibel, jantung kadang-kadang dapat terus berdenyut selama 1 pekan atau lebih, atau bahkan sampai 14 hari, dengan sebagian besar otak mengalami dekomposisi. 9 Dengan kondisi seperti ini jantung dapat terus berdenyut sampai 32 hari (pada seorang anak umur 5 tahun). 6
            Penghentian ireversibel semua fungsi otak disebut mati otak (MO). Penghentian total sirkulasi ke otak normotermik selama lebih dari 10 menit tidak kompatibel dengan kehidupan jaringan otak. 6 Jadi penghentian fungsi jantung mengakibatkan MO dalam beberapa menit, sedangkan penghentian fungsi otak mengakibatkan kehilangan fungsi jantung dalam beberapa jam atau hari.
            Kebanyakan kalangan yang berwenang dalam kedokteran dan hukum sekarang ini mendefinisikan kematian dalam pengertian MO walaupun jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan dipertahankan. 7Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep MBO sebagai pengganti MO dalam penentuan mati. 1,9 Menurut pernyataan IDI 1988, 4 seseorang dinyatakan mati bila a) fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau b) telah terbukti terjadi MBO. Secara klasis dokter menyatakan mati berdasarkan butir a tersebut dan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam atau di luar rumah sakit.
            Bahwa fungsi spontan nafas dan jantung telah berhenti secara pasti, dapat diketahui setelah kita mencoba melakukan resusitasi darurat. Pada resusitasi darurat, di mana kita tidak mungkin menentukan MBO, seseorang dapat dinyatakan mati bila 1) terdapat tanda-tanda mati jantung atau 2) terdapat tanda-tanda klinis mati otak yaitu bilamana setelah dimulai resusitasi, pasien tetap tidak sadar, tidak timbul pula nafas spontan dan refleks muntah (gag reflex) serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik, di bawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum. 3,4,11
            Menurut Peraturan Pemerintah RI no 18 tahun 1981, 1 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia, meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli-ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung seseorang telah berhenti. Menurut penulis, batasan mati ini mengandung 2 kelemahan. Yang pertama, pada henti jantung (cardiac arrest) fungsi otak, nafas dan jantung telah berhenti, namun sebetulnya kita belum dapat menyatakan mati karena pasien masih mungkin hidup kembali bila dilakukan resusitasi. Yang kedua, dengan adanya kata-kata “denyut jantung telah berhenti”, maka ini justru kurang menguntungkan untuk transplantasi, karena perfusi ke organ-organ telah berhenti pula, yang tentunya akan mengurangi viabilitas jaringan/organ.


Diagnosis MBO
Diagnosis MBO barangkali merupakan diagnosis paling penting yang pernah dibuat oleh dokter, karena bila telah dipastikan, normalnya ventilator  akan dilepaskan dari pasien dan henti jantung akan terjadi tidak lama kemudian. Jadi, diagnosis ini merupakan ramalan yang terlaksana dengan sendirinya (self-ful filling prophecy). Kebanyakan dokter yang merawat dapat membenarkan dilepaskannya ventilator dari pasien, karena meneruskan ventilasi mekanis memberikan stres bagi famili pasien dan staf perawatan. Selain itu, “terapi” yang diteruskan secara tidak langsung menyatakan bahwa pemulihan masih dimungkinkan dan memberi famili pasien harapan palsu. Namun ventilasi yang diteruskan selama periode yang singkat sesudah diagnosis MBO memungkinkan perolehan organ kualitas bagus untuk tujuan transplantasi dan seringkali dilakukan.
Penerimaan batang otak sebagai sumber kehidupan dan penghentian ventilasi sebagai akibat diagnosis MBO potensial sulit bagi orang awam untuk menerimanya. Tidaklah mudah untuk memberitahu famili pasien, yang berwarna merah, hangat dan kelihatannya bernafas dengan nyaman pada ventilator, mati. Bahkan lebih sulit lagi jika famili pasien melihat gerakan pasien yang dinyatakan dokter timbul pada tingkat spinal dan tidak mengindikasikan fungsi otak. Masyarakat di negara maju seperti Inggris 12 sangat mempercayai dokter dan biasanya tidak dijumpai kesulitan tatkala dibuat diagnosis MBO.
Sekarang ini sudah dapat diterima bahwa batang otak, dan bukan seluruh otak, pengatur respirasi dan stabilitas kardiovaskular. Diyakini bahwa untuk mendapatkan kesadaran harus ada kontinyuitas neuronal antara sistem saraf periferal dan korteks. Bila batang otak yang menghubungkan keduanya mati, kontinyuitas sistem yang diaktifkan oleh retikular terganggu dan tidak dapat timbul kesadaran.
Diagnosis MBO dan petunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI 5 tentang MBO. Diagnosis MBO mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama terdiri dari pemenuhan prasyarat-prasyarat dan komponen kedua adalah tes klinik fungsi batang otak. Pada hakekatnya sebelum melakukan tes klinis, dokter harus menetapkan tanpa keraguan bahwa pasien komatous dan bergantung pada ventilator dan mempunyai kondisi yang konsisten dengan koma ireversibel dan hilangnya fungsi batang otak. Pasien dengan MBO tidak dapat bernafas.

Dokter-dokter yang tidak familiar dengan diagnosis MBO kadang-kadang menyarankan dokter seniornya untuk melakukan testing pada pasien yang tidak bergantung pada ventilator dengan cedera berat. Fenomena ini menonjolkan tiga hal. Pertama dokter-dokter yang bekerja di ICU perlu lebih dahulu mengkaji langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis MBO sesuai fatwa IDI 5 yang memang belum tersosialisasikan dengan baik, agar jangan sampai melewatkan langkah-langkah yang harus dijalani sebelum melakukan testing arefleksia batang otak. Kedua adalah adanya kenyataan bahwa beberapa pasien menderita cedera otak berat yang akhirnya inkompatibel dengan kehidupan yang lama, namun kausa kematiannya bukanlah MBO. Beratnya cedera otak pada pasien-pasien ini dapat mengindikasikan keputusan untuk menghentikan terapi aktif atau membatasi terapi aktif. Keputusan penghentian atau limitasi terapi individual untuk tiap pasien dan sangat kontras dengan diagnosis MBO yang identik bagi semua pasien. Hal ketiga adalah perlunya tanpa keraguan memantapkan diagnosis cedera otak ireversibel yang cukup untuk menyebabkan koma apneik.
Diagnosis yang kompatibel adalah cedera kepala, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, tenggelam dan henti jantung. Penegakan diagnosis memerlukan anamnesis yang cukup dan pemeriksaan klinis serta investigasi (biasanya CT Scan). Kausa koma yang reversibel yang menyulitkan diagnosis primer harus pula disingkirkan. Khususnya sedatif, analgetik dan pelumpuh otot hendaknya disingkirkan, sebagai kausa ketidaksadaran atau arefleksia. Pasien hendaknya mempunyai suhu sentral lebih dari 35°C. Intoksikasi obat, hipotermia, gangguan metabolik atau endokrin, semua dapat menyebabkan perubahan berat pada fungsi batang otak, namun reversibel. MBO tidak boleh dipertimbangkan bila terdapat kondisi-kondisi ini, baik sebagai penyebab koma primer ataupun faktor penunjang.
Oke sahabat blogger mungkin sedikit kecewa dengan postingan saya kali ini karena tujuan kita mengetahui manfaat mati tapi yang kita dapat pengertian dan kapan kita dinyatakan mati. Karena hari telah lelap,matapun tak bersahabat maka untuk sekarang cukup disini dulu, insya Allah kedepannya akan admin share lagi lanjutan dari ini cey..
Akhirul kalam, wabillahi taufik walhidayah waridhau wal inayah, wassalamualaikum warahmatullah.


Sabtu, 12 November 2011

Cara Menulis Daftar Pustaka Yang Baik


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari kita tidak asing lagi dengan buku -  buku yang beraneka  ragam yang dalam setiap buku tersebut terdapat daftar pustaka sebagai alat untuk memberitau pembaca darimana bahan buku tersebut didapatkan. Pada kali ini dalam kesempatan yang baik ini kami ingin menyajikan tentang tata cara menuliskan sebuah daftar pustaka dengan baik dan benar.
Definisi daftar pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daftar yang mencantmkan judul buku, nama pengarang, penerbit dsb yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau bku dan disusun berdasarkan abjad. Daftar sendiri didefinisikan sebagai catatan sejumlah nama atau hal yang disususn berderet dari atas ke bawah. Salah satu fungsi dari daftar pustaka adalah untuk memberikan arah bagi para pembaca buku atau karya tulis yang ingin meneruskan kajian atau untuk melakukan pengecekan ulang terhadap karya tulis yang bersangkutan.
Fungsi dari daftar pustaka adalah untuk memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap penulis buku atau karya tulis yang dirujuk terhadap hasil karyanya yang turut menyumbang peraran dalam penulisan karya tulis yang kita tulis. Dan fungsi lain daftar pustaka yang tak kalah penting adalah menjaga profesionalitas kita ( jika kita sebagai seorang penulis karya tulis ) terhadap tulisan yang kita buat. Dengan demikian kita sebagai mahasiswa calon penulis kita harus mempelajari bagaimana cara menulis sebuah daftar pustaka yang baik dan benar.

B.     Tujuan
Makalah kami susun dengan tujuan untuk mempelajari tata cara penulisan daftar pustaka dengan baik dan benar dan untuk memenuhi tugas kami sebagai seorang mahasiswa untuk memperoleh nilai yang memuaskan dari pada dosen kami pengasuh mata kuliah Bahasa Indonesia.









BAB II
ISI

A.    Penulisan  Daftar Pustaka
Penulisan daftar pustaka menganut sistem American Psychological Assosiation (APA). Berikut ini adalah aturan – aturan yang harus diperhatikan dalam penyusunan daftar rujukan :
1.      Daftar pustaka ditempatkan pada lembar akhir tulisan.
2.      DAFTAR PUSTAKA diketik dengan huruf  capital semua, diletakkan di tengah sehingga sehingga jarak margin kiri dan kanan seimbang.
3.      Sumber rujukan yang hendak dicantumkan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan jika tidak ada nama pengarangnya.
4.      Jarak antara DAFTAR PUSTAKA dengan baris pertama adalah empat spasi.
5.      Jika data sumber bacaan lebih dari satu baris,baaris berikutnya diketik satu spasi dan dimulai setelah ketukan delapan dari margin kiri.
6.      Setiap baris akhir suatu sumber bacaaan diakhiri dengan tanda titik.
7.      Jarak antara baris akhir suatu sumber bacaan dengan baris pertama sumber bacaan berikutnya adalah dua spasi.
8.      Gelar akademik tidak dicantumkan dalam daftar pustaka meskipun pada buku yang dijadikan sumber rujukan penulisannya mencantumkan gelar akademik.

B.     Penulisan Suatu Acuan dalam Daftar Pustaka
1.      Buku Sebagai sumber Acuan
Urutan penyebutan keterangan tentang buku adalah sebagai berikut :
a.       Nama pengarang
b.      Tahun terbit
c.       Judul buku
d.      Tempat terbit
e.       Nama penerbit
Tiap – tiap penyebutan keterangan, kecuali penyebjutan tempat terbit diakhiri tanda titik. Sesudah tahun  terbit diberi titik dua ( : )






Jika yang dicantumkan bukan nama pengarang,melainkan nama lembaga yang menerbitkan,urutan penyebutan didalam daftar pustaka menjadi :
a.       Nama lembaga/badan/instansi yang menerbitkan
b.      Tahun terbit
c.       Judul terbitan
d.      Tempat terbit
Jika yang dicantumkan bukan nama pengarang dan bukan nama lembaga yang menerbitkan,urutan penyajiannya adalah sebagai berikut :
a.       Kata pertama judul buku/karangan
b.      Tahun terbit
c.       Judul buku/karangan lengkap
d.      Tempat tertib
e.       Nama penerbit
Berikut penjelasan lebih rinci penulisan tiap – tiap butir tersebut diatas.
a.      Penulisan Nama Pengarang
1.      Nama pengarang ditulis selengkap – lengkapnya, tanpa mencamtumkan gelar akademik pengarang yang bersangkutan.
2.      Penulisan nama pengarang dilakukan dengan menyebutkan nama akhir lebih dahulu, baru kemudian nama pertama. Nama akhir yang ditulis lebih dahulu itu dipisahkan dengan tanda koma ( , ) dari nama pertama yang ditulis  dibelakang nama akhir.
Contoh :
Banta Beuransah      Beuransah, Banta
Fuad Hasan                          Hasan, Fuad
3.      Jika didalam buku yang di acu itu yang ditulis nama editor, penulisannya dilakukan dengan menambahkan singkatan (Ed,) di belakang nama. Singkatan (Eds.) digunakan jika editornya lebih dari satu.
Contoh :
Letheridge, S. and Cannon, C.R. (Eds.). 1980. Bilingual Education: Teaching English as a second language. New York: Preager.
4.      Jika pengarangh terdiri dari dua orang, nama pengarang pertama ditulis sesuai ketentuan butir 2. Diantara kedua nama pengarang itu digunakan kata penghubung dan ( tidak digaris bawahi ).
Contoh : Beuransah, Banta dan Abdullah Rani
5.      Jika pengarang terdiri dari tiga orang atau lebih, nama pengarang pertama ditulis sesuai ketentuan butir 2  Lalu ditambahkan singkatan dkk dan tidak digarisbawahi.
Contoh  : Kadir, Abdul dkk.
6.      Jika beberapa buku yang diacu itu itu ditulis oleh seorang pengarang, nama pengarang disebutkan sekali saja pada buku yang disebut pertama, sedangkan untuk selanjutnya cukup dibuat garis sepanjang sepuluh ketukan yang diakhiri dengan tanda titik.
Contoh :
Hasan, Fuad.
                    ,
b.      Penulisan Tahun Terbit
1.      Penulisan tahun terbit dituliskan sesudah nama pengarang dan dibubuhkan tanda titik sesudah nama terbit. Contoh :
Aminuddin (Ed.). 1990
2.      Jika beberapa buku yang dijadikan bahan pustaka ditulis oleh seorang pengarang dan diterbitkan dalam tahun yang sama, penempatan urutannya berdasarkan pada urutan abjad pada judul bukunya. Kriteria pembedaannya adalah tahun, yaitu dibubuhkan huruf a, b, dan c sesudah tahun terbit, tanpa jarak. Contoh :
Hasan, Fuad. 1982a
----------------, 1982b
3.      Jika beberapa buku yang dijadikan bahan rujukan itu dituls oleh seorang pengarang, tetapi  tahun terbitnya berbeda, penyusunan daftar pustaka dilakukan dengan urutan berdasarkan urutan terbitan ( dari yang paling lama sampai yang paling baru ).
4.      Jika buku yang dijadikan bahan rujukan itu tidak menyebutkan tahun terbitnya, didalam penyusunan daftar pustaka disebut Tanpa Tahun. Kedua kata ini diawali dengan huruf kapital dan tidak digaris bawahi.
Contoh :
                    Johan. Tanpa Tahun.
                    Amin, Muhammad. Tanpa Tahun.


c.       Judul Buku
1.      Judul buku ditempatkan sesudah tahun terbit dan diberi garis bawah tiap – tiap katanya atau diketik miring ( Kursif ). Judul ditulis dengan huruf capital pada setiap awal kata yang bukan kata tugas seperti di, ke, dari, pada, daripada, untuk, bagi, dan, yang, dengan, yang tidak terletak pada posisi awal. Di belakang judul ditempatkan titik.
Contoh :
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
2.      Laporan penelitian, disertasi, tesis, skripsi atau artikel yang belum diterbitkan, didalam daftar pustaka ditulis dengan diawali dan diakhiri tanda petik. Jadi, yang dicetak miring untuk sumber tersebut adalah kata skripsi, tesis, disertasi, ataupun artikel.
Contoh :
Alamsyah, Teuku. 1997. “Karakteristik Bahasa Guru dalam Interaksi Belajar – Mengajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar”. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.
3.      Jika sumber acuan merupakan karya terjemahan, dinyatakan seperti didalam contoh berikut :
Spradley, James P. 1997.Methode Etnografi. Terjemahan oleh Misbah Zulfa Elizabeth dari The Etnographic Interview ( Tanpa Tahun ). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
d.      Tempat terbit dan Nama Penerbit
1.      tempat terbit sumber rujukan/acuan,baik buku maupun rujukan lainnya ditempatkan sesudah judul atau keterangan judul  ( misalnya : edisi, jilid ). Sesudah tempat terbit dituliskan nama penerbit dengan dipisahkan oleh tanda titik dua dari tempat terbit dengan jarak satu ketukan.
Contoh :
Berlin, B.,dan Kay P. 2001. basic color term. Berkeley dan Los Angeles : University of California Press.
2.      sesudah penyebutan nama penerbit ditempatkan tanda titik.
3.      rujukan dari lembaga yang ditulis  atas nama lembaga tersebut, nama penerbit adalah nama lembaga yang bertanggung jawab atas penerbit karangan tersebut.
Contoh :
Pusat pembinaaan dan pengembangan bahasa. 1988. pedoman penulisan laporan penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan  dan Kebudayaan.
4.      jika lembaga penerbit dijadikan pengarang ( Ditempatkan pada jalur pertama ), nama penerbit tidak disebutkan lagi.
Contoh :
Biro Pusat Statistik. 1993. Statistical Pocketbook of Indonesia. Jakarta.



2.      Artikel dalam Majalah/Jurnal atau Koran sebagai Sumber Acuan
Jika sumber acuan berasal ari artikel dalam majalah/jurnal, ururtan yang perlu disebutkan dalam daftar rujukan adalah sebagai berikut :
a.       Nama Pengarang
b.      Tahun terbit
c.       Judul artikel
d.      Nama majalah/jurnal
e.       Terbitan ke berapa ( Kalau ada )
f.       Nomor majalah atau bulan terbitan.
g.      Nomor halaman

Tiap – tiap penyebutan keterangan nama pengarang, tahun terbit, dan judul artikel diakhiri dengan titik. Nama majalah/jurnal dan tahu terbit dipisahkan oleh satu ketukan, sedangkan sedangkan nomor majalah/jurnal ditempatkan didalam tanda kurunng. Nomor halaman dipisahkan dengan tanda titik dua dari nomor majalah/jurnal.
Contoh :
Suprapto, Riga Adiwoso 1989. Perubahan Sosial dan Perkembangan Bahasa.
            Prisma, XVIII (1): 61-120.
Bernet, D.C. 2000. English Preposition: a Stratificational approach. Jurnal Of Linguistic, 4: 153-172.

Jika sumber acuan berasal dari artikel dalam surat kabar, urutan penyebutan keterangannya adalah sebagai berikut :
a.       Nama pengarang
b.      Tahun Terbit
c.       Judul Artikel
d.      Nama Surat Kabar
e.       Tanggal Terbit
Tiap – tiap penyebutan keterangan, kecuali penyebutan nama surat kabar, diakhiri dengan tanda titik. Nama surat kabar dan tanggal terbit dipisahkan oleh tanda koma.
Contoh :
Tabah, Anton. 1989. Polwan semakin Efektif dalam Penegakan Hukum. Suara Pembaharuan, 1 September 1989.




3.      Makalah yang Disajikan dalam Seminar, Lokakarya, atau Penataran sebagai Rujukan
Nama penulis ditulis paling depan, dilanjutkan dengan tahun, judul makalah ditulis dalam tanda petik ganda, kata makalah dicetak miring, kemudian diikuti pernyataan “ Makalah disajikan dalam ….” Nama pertemuan, lembaga penyelenggara, dan tanggal serta bulan penyelenggaraan.
  Contoh :
  Amin, Abdullah. 2006. “Panduan Penulisan Proposal Penelitian Kualitatif”
  Makalah   disajikan dalam pelatihan Penulisan Karya Ilmiah bagi Guru – Guru
  se-    Provinsi NAD, Depdiknas Provinsi NAD, Banda Aceh, 12 s.d 20 Juli.

4.      Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal
Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti oleh tahun, judul karya (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung ( online ), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan di akses, diantara tanda kurung.
Contoh :
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan tesnya.
Jurnal Ilmu Pendidikan, (online), Jilid 5, No.4 ( Http://www.malang.ac.id.,             
di akses 20 januari 2000).
5.      Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi
Nama pengirim ( jika ada ) disertai keterangan dalam kurung ( alamat e-mail pengirim ), diikuti oleh tanggal,bulan,tahun,topic isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai keterangan dala kurung (alamat e-mail yang dikirim).
            Contoh :
            Davis, A. (a.davis@uwts.edu.au.) 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring
Tolls. Email kepada Alison Hunter (huntera@usq.edu.au).